Bismillah
Utusan emel daripada seorang sahabat. Kisah menarik untuk perkongsian. Minta izin untuk menyalin tampal di sini, untuk manfaat bersama. Baca sehingga habis cerita, ambillah pengajaran.
Assalamualaikum wth,
Dear brother and sisters, please read this..
For there is no time to waste.....
Every Friday afternoon, after the Jumma services at the Central Mosque (and shortly after Al-Usrah program), theImam and his eleven year old son would go out into their town and hand out "PATH TO PARADISE" and other Islamic literature.
This particular and fortunate Friday afternoon, as the time came for the Imam and his son to go to the streets with their booklets, it was very cold outside, as well as pouring rain.
The boy bundled up in his warmest and driest clothes and said, 'OK, dad, I'm ready!'
His 'Mu'allim' dad asked, 'Ready for what?'
'Dad, it's time we gather our tracts together and go out.'
Dad responds, 'Son, it's very cold outside and it's pouring rain.'
The boy gives his dad a surprised look, asking, 'But Dad, aren't people still going to Hell, even though it's raining?'
Dad answers, 'Son, I am not going out in this weather.'
Despondently, the boy asks, 'Dad, can I go? Please?'
His father hesitated for a moment then said, 'Son, you can go. Here are the booklets. Be careful son.'
'Thanks, Dad!'
And with that, he was off and out into the rain. This eleven year old boy walked the streets of the town going door to door and handing everybody he met in the street a pamphlet or a booklet.
After two hours of walking in the rain, he was soaking, bone-chilled wet and down to his VERY LAST BOOKLET. He stopped on a corner and looked for someone to hand a booklet to, but the streets were totally deserted.
Then he turned toward the first home he saw and started up the sidewalk to the front door and rang the door bell. He rang the bell, but nobody answered..
He rang it again and again, but still no one answered. He waited but still no answer.
Finally, this eleven year old da'wah-expert turned to leave, but something stopped him.
Again, he turned to the door and rang the bell and knocked loudly on the door with his fist. He waited, something holding him there on the front porch!
He rang again and this time the door slowly opened.
Standing in the doorway was a very sad-looking elderly lady. She softly asked, 'What can I do for you, son?' With radiant eyes and a smile that lit up her world, this little boy said, 'Ma'am, I'm sorry if I disturbed you, but I just want to tell you that "ALLAH REALLY LOVES AND CARES FOR YOU" and I came to give you my very last booklet which will tell you all about God, the real purpose of creation, and how to achieve His pleasure.'
With that, he handed her his last booklet and turned to leave..
She called to him as he departed. 'Thank you, son! And God Bless You!'
Well, the following Friday afternoon after Jumat service (during which period they hold a weekly program, Al-Usrah) the Imam was giving some lectures. As he concludes the lectures, he asked,
'Does anybody have questions or want to say anything?'
Slowly, in the back row among the ladies, an elderly voice was heard over the speaker. As the voice went on, a hint of glorious gaiety and contentment was plainly evident in it even though it wasn't to be seen,
'No one in this gathering knows me. I've never been here before. You see, before last Friday I was not a Muslim, and thought I could be. My husband passed away some time ago, leaving me totally alone in this world. Last Friday, being a particularly cold and rainy day, it was evenmore so in my heart that I came to the end of the line where I no longer had any hope or will to live.
So I took a rope and a chair and ascended the stairway into the attic of my home. I fastened the rope securely to a rafter in the roof then stood on the chair and fastened the other end ofto leap off, when suddenly the loud ringing of my doorbell downstairs startled me. I thought, I'll wait a minute, and whoever it is will go away……
I waited and waited, but the ringing doorbell seemed to get louder and more insistent, and then the person ringing also started knocking loudly............
I thought to myself again, 'Who on earth could this be? Nobody ever rings my bell or comes to see me.' I loosened the rope from my neck and started for the front door, all the while the bell rang louder and louder.
When I opened the door and looked I could hardly believe my eyes, for there on my front porch was the most radiant and angelic little boy I had ever seen in my life. His SMILE, oh, I could never describe it to you! The words that came from his mouth caused my heart that had long
been dead TO LEAP TO LIFE as he exclaimed with a cherub-like voice,
'Ma'am, I just came to tell you that ALLAH REALLY LOVES AND CARES FOR YOU!'
Then he gave me this booklet, "Path To Paradise" that I now hold in my hand.
As the little angel disappeared back out into the cold and rain, I closed my door and read slowly every word of this book. Then I went up to my attic to get my rope and chair. I wouldn't be needing them anymore.
You see? I am now a Happy Vicegerent of the One True God. Since the address of your congregation was stamped on the back of this booklet, I have come here to personally say THANK YOU to God's little angel who came just in the nick of time and by so doing, spared my soul from a eternity in Hell.'
There was not a dry eye in the mosque. And as shouts of TAKBIR!!! ALLAH AKBAR!!! rented the air, even among the ladies.
Imam-Dad descended from the pulpit to the front row where the little angel was seated....
He took his son in his arms and sobbed uncontrollably.
Probably no jama'at has had a more glorious moment, and probably this universe has never seen a Papa that was more filled with love and honor for his son....... Except for One. This very one...
Blessed are your eyes for reading this message.
Don't let this message die, read it again and pass it to others. Heaven is for HIS people!
Remember, Allah's message CAN make the difference in the life of someone you know.
Please share this wonderful message.
Spread HIS Word, help HIM and you'll see HIS hand in everything you do...
Moral of the story.....?
Tanya diri, soal hati
(Kene ketuk, ouchh... bangunla weiii, bangun! )
Wallahua'lam
Lecture On Motivation, tazkirah
Bismillah
Doa yang pernah dikirim oleh seorang sahabat ketika sambutan hari jadi saya 3 tahun lalu. Dan saya kirimkan buat mereka yang tersayang di sisi saya yang telah, sedang dan bakal meraikan hari gembira mereka...
Buatmu, sahabat
Berilah ketenangan buat sahabatku ini,
Mudahkannya dalam urusannya,
Benamkanlah kalam-kalamMU utuh dalam nuraninya,
Tampilkan addhiya’ diwajahnya,
Kembalikan semangat jhad dalam dirinya,
Kuatkan bara juang pada minda, jasad dan qalbunya,
Lembutkan lidahnya memuji kebesaranMU,
Lantangkan lidahnya menegakkan agamaMU,
Semaikan pada jiwanya bahawa mukmin itu khalifah,
Muliakan dirinya dengan ilmu,
Matikannya dalam roh syuhada
Ameeen…
Lecture On bicara hati
Bismillah
Pulang daripada meraikan sambutan ulang tahun seorang sahabat (junior), Farah mendapat panggilan daripada Faezza. Kedengaran tangisan dalam suara di hujung talian. Wajah Farah berkerut. Saya berdebar. Saya membuat muka bertanya tanpa suara. Farah menjawabnya melalui gerak bibir, juga tanpa suara, masih melayan esak sahabat di talian. Saya menangkap apa yang dituturkan Farah. Benarkah....? Terus terbayang wajah Hetty dan ibunya serta merta.. Ya Allah, kuatkan sahabatku ini.....
Maaf, tak dapat tulis panjang-panjang. Tak terbendung air mata mengenangkan sahabat di Malaysia. Hetty, maaf, kami tiada di sisi. Namun doa kami mengiringi.
Saya yakin, ibunya telah pergi dengan meninggalkan zuriat yang soleh solehah yang akan mendoakannya di alam sana. Hetty salah seorang daripadanya, yang akan menyambung pahala yang tidak akan terputus sehingga berjumpa kembali di akhirat nanti. Ameen, Ya RabbalAlamin..
Semoga tempat persinggahan almarhumah ibumu adalah salah satu taman daripada taman-taman syurgaNya.
Doakan Allah merahmatinya, dan memberi kekuatan bagi sahabat kita menghadapinya.
Ingat, Hetty, Allah sangat menyayangimu....
Al-Fatihah
Lecture On bicara hati, diary
- Mawi
- Abdullah Khairul Azzam (Aktor KCB)
Sekarang mari dengar pandangan seniorita 'ayamor' (bak kata En Mun.. Eh macam 'ayam')
((Nama-nama selebriti di atas- contoh saja. Bukan pandangan mereka pun. Harap maklum. Jangan saman SOL..:))
Lecture On bicara hati, fikir
Bismillah
Semalam, saya buka semula blog persendirian lama yang telah saya tinggalkan. Ada satu artikel yang menarik untuk saya kongsi di sini. Saya yakin ramai yang pernah baca dan fahaminya. Tetapi kita selalu lupa, termasuk saya.
Hati... jadikan ia seluas dunia...
Alkisahnya.. ada seorang guru yang terkenal bijaksana. Pada suatu pagi didatangi seorang pemuda dengan langkah lonalai dan rambut kusut masai..
Pemuda tersebut sepertu dirundung masalah. Tanpa membuang masa, dia mengungkapkan keresahannya : impiannya gagal, karier, cinta dan hidupnya tak pernah berakhir bahagia.
Sang guru mendengar dengan teliti dan saksama. Dia lalu mengambil segenggam garam dan meminta tetamunya itu untuk mengambil segelas air. Dia taburkan garam itu ke dalam gelas, lalu dikacau denga sudu.
"Cuba minum ini, dan katakan bagaimana rasanya?" tanya guru tadi.
"Masin dan pahit, pahit sekali," jawab pemuda itu lalu meludah ke tanah.
Si guru hanya tersenyum. Dia lalu mengajak pemuda berjalan ke tepi telaga di hutan tempat kediamannya. Si guru lalu menaburkan segenggam garam ke dalam telaga. Dengan sebilah kayu, diaduknya air telaga, membuat gelombang dan riak kecil.
Setelah air telaga tenang, ia pun berkata, "Cuba ambil air daripada telaga ini, dan katakan bagaimana rasanya,"
"Segar," jawab pemuda tadi.
"Apakah kamu masih merasa garam di dalam air tersebut?" tanya guru.
"Tidak," jawab pemuda.
Si guru menepuk-nepuk belakang anak muda tersebut lalu mengajaknya duduk bersimpuh di tepi telaga.
"Anak muda, dengarlah! Pahitnya kehidupan seumpama segenggam garam. Jumlah dan rasa pahit itu adalah sama, dan memang tetap akan sama. Tetapi kepahitan yang kita rasakan, sangat bergantung kepada wadah yang kita guna.
Kepahitan itu selalu berasal daripada bagaimana cara kita meletakkan segalanya. Itu semua bergantung pada hati kita. Jadi saat kamu merasakan kepahitan atau kegagalan dalam hidup, ada satu hal yang boleh kamu lakukan.
LAPANGKANLAH DADAMU UNTUK KAMU TERIMA SETIAP KEPAHITAN ITU. LUASKAN CARA PANDANG TERHADAP KEHIDUPAN.
Kamu akan banyak belajar dari keluasan itu.
HATIMU anakku, adalah wadah itu.
BATINMU adalah tempat kamu menampung segalanya.
Jadi jangan jadikan hatimuitu seperti gelas, buatlah hatimu seluas telaga yang mampu merendam setiap kepahitan….
HATI YANG SELUAS DUNIA"
AS LONG AS YOU HAVE FAITH IN ALLAH—DON’T BE SAD
Some people would be pleased with their Lord when the things were easy,
But they would begrudge His decrees when the things became tough,
And ALLAH said about them:
" If good befalls him, he is content therewith ; but if a trial befalls him,he turns back on his face (eg:reverts back to disbelief after embracing Islam), HE LOSES BOTH THIS WORLD ANDTHE HEREAFTER" (22:11)
"Be happy, at peace and joyful and don’t be sad!"
-excerpted frm the book written by Shaykh ‘Aaidh ibn Abdullah al-Qarni—> "Don’t Be Sad"
Wallahua’lam
Lecture On Motivation
Assalamualaikum semua.
Rindu juga dibuatnya. Lama sungguh tidak mencoret di sini. Layout baru yang shantek ni menambah-nambah lagi semangat untuk menulis. (Owh hoho sebenarnya saya adalah seorang yang kurang rajin menulis, sila mengaku :P) Hari ini dapat juga online alhamdulillah. Sempat jalan-jalan sekejap blog fez dengan kilah, wah, rasa ketinggalan banget saya dengan ceritera mereka dan kawan-kawan yang lain. Rindu pula rasa dengan Jordan dan penghuni-penghuninya.
Harini banyak pengalaman ‘berMalaysia’ berlaku. Saya sendiri kurang pasti tajuk apa yang sesuai. Yang pasti. Hari ini memang pasti jadi sejarah dalam hidup – dimarahi 2 kali!
Tak tahu tanya!
Jam menunjukkan hampir pukul 10 pagi. Selesai round di dewan bersalin seawal jam 8.00 pagi, saya dan Kamilah mengambil keputusan untuk lepak di perpustakaan hospital memandangkan kesemua pesakit yang ada hanya akan diperiksa pukul 12.30 petang nanti (mereka masih di awal active phase of labor). Dengan semangat untuk menyusun beberapa perkara penting menggunakan computer yang ada di situ, usai menulis nama di meja, saya terus meluru ke computer no.1. External hardrive dikeluarkan, tangan pantas bersedia untuk memasukkan usb ke dalam hub, belum sempat selesai, tiba-tiba satu suara lelaki menyergah.
“Eh, kau dah tulis nama belum?! Siapa benarkan kau gunakan komputer?” Soalnya lantang. Saya kira, waktu itu suaranya cukup untuk membuatkan pengguna-pengguna lain memandang ke arah ‘crime scene’.
Saya menoleh. Alamak pakcik garang ni. Saya memang agak cuak dengan pakcik seorang ni. Jumpa baru sekali, tapi auranya..
“Dah pakcik. Saya dah tulis tadi.” Saya menjawab. Suara perlahan rasa tertahan-tahan. Kecut!
“Bila masa kau tulis? Kat mana kau tulis? Student tak boleh guna computer ni. Suka-suka dia saja nak guna!” pertanyaan yang diselangi ngomelan buat budak hingusan lagi picisan.
Garu juga saya dibuatnya. Sudah seminggu saya berkampung dalam perpustakaan ni. Dan sudah seminggu jugalah komputer-komputer di sini saya guna. Kenapa tiba-tiba tidak boleh? Cuak lah juga saya masa tu. Lantas angkat punggung mengekori pakcik ke meja.
”Kau tengok ni, mana ada kau tulis!” Jarinya ditunjukkan ke satu buku log.
“Saya dah tulis pakcik, kat sini.” Jari saya pula menunjuk ke kertas di sebelah buku log.
“Ini apa, cuba kau baca betul-betul. Kau boleh baca kan. Tengok ni, ni”
Oh, rupa-rupanya kertas yang saya selalu tulis itu, kertas nama penggunaan perpustakaan oleh pelajar. Buku log yang ditunjukkan pula khusus jika ingin menggunakan komputer. Baru tahu!
“Minta maaf banyak-banyak pakcik” ujar saya akur. Silap saya tidak tahu. Selama seminggu yang sudah, tidak pernah saya ditegur meminta saya menuliskan nama di log buku. Silap saya ‘assume’ apabila nama sudah dituliskan di penggunaan perpustakaan, maka semua kemudahan boleh digunakan.
“Lain kali tak tahu tanya, bukan ikut suka hati kau saja.”
“Minta maaf pak cik” berkali-kali ucapan maaf dilafazkan. Aduh, malunya.
“Kau orang Melayu kan? Jangan jadi kurang ajar kat sini. Lain kali tak tahu tanya lah! Ni tidak, ikut suka hati dia saja!” Berulang-ulang kali pak cik ni ‘membasuh’ saya. Ikut perkiraan saya yang memang sedang dalam ‘defensive mode’ ketika itu, lamanya bebelan pakcik itu melebihi kesilapan yang saya lakukan. Biar berulangkali ucapan maaf diucapkan, sedikitpun tidak mampu menghentikan ‘panahan-panahan’ berbisa pak cik itu. Makin lama dan panjang pula. Paling membuatkan saya tersirap, perkataan ‘kurang ajar’ yang diulang-ulang.
Pedih!
Ini tempat orang tiada waktu rehat!
Kira-kira pukul 1 lebih, kami naik semula ke dewan bersalin selepas selesai mengekori ‘seniorita harapan’ round sebentar di tingkat 2. Memandangkan waktu zohor telah masuk, kami menuju dahulu ke bilik rehat staf a.k.a bilik solat yang terletak di bahagian belakang dewan bersalin. Ketika sedang bersiap-siap untuk solat, seorang S/N (staff nurse) masuk. ‘Laju’ sungguh menuturkan kata. Mula-mula cari hanger, kemudian rungut atas sempitnya bilik. Bilik rehat itu memang tidak besar. Ditambah lagi dengan staf-staf yang sedang baring berehat/taking nap (memang bilik rehat). Satu-satu di’omel’nya, tidak berhenti. Jelas kedengaran memenuhi ruang sempit itu. Terlampau jelas barangkali. Saya pula kurang khusyu’, terdengar di telinga omelan S/N tersebut berselang-selang seli dengan bacaan solat yang cuba difokuskan. Astaghfirullah…
“Ni lagi satu, pergi lah sembahyang kat tempat lain. Siapa yang bagi dia sembahyang kat sini? Bilik ni untuk orang-orang kerja bilik bersalin je. Kita-kita yang kerja takde waktu rehat, sembahyang lah kat sini. Dia yang ada rehat tu pergi lah sembahyang tempat lain. Tu ada surau kat luar tu. Sembahyang lah kat situ. Vada..vada…vada..”
Aduh..siapa lagi yang tengah sembahyang waktu tu. Saya dan kawan saya tu sahaja. Panjang juga ‘kami’ kena walaupun ini bukanlah kali pertama kami solat di situ. Usai sahaja solat, cepat-cepat saya keluar meninggalkan kawasan larangan itu.
Panas hati?
Insiden-insiden yang berlaku hari ini memang membuatkan hati saya menggerutu. Kenapa perlu cakap marah-marah, kasar-kasar dan panjang? Kenapa itu ini?. Namun belum sempat ia pergi lebih jauh, tiba-tiba teringat perbualan dengan mak beberapa hari lalu. Cabaran waktu bekerja di Malaysia, boleh kata majoriti ma’ruf keadaannya. Seingat saya, sampai ada yang pernah mengatakan orang Malaysia secara amnya percaya pada kuasa ‘garang’, ‘tidak bagi muka’, ‘seniority’ dan macam-macam lagi dalam mendidik seseorang. Mungkin bukan semua, tetapi secara kasarnya begitulah saya kira mungkin kerana masyarakat Melayu khusunya sejak dahulu lagi telah didasari prinsip beradab. “Aku lebih dahulu makan garam.” Pernah dengar bukan?
Kata emak, dalam keadaan begitu, diamkan sahaja. Itu kuncinya. Tidak perlu dilayan baik secara lahiriah mahupun batiniah. Jika rasa hendak marah juga, beristighfar banyak-banyak. Paling penting jangan sesekali di lawan. Api sama api api tidak akan menjadi ais! (Huhu apekah peribahasa ini) (Habit 1 : Be Proactive – Stephen Covey)
Teringat juga pada artikel yang pernah dibaca, dalam keadaan macam itu, tekan butang pause kejap, cuba ingat mungkin kita sendiri juga pernah buat pada orang. Termarah, kurang sabar. Lebih-lebih lagi ketika ‘angin-angin sepoi datang bertiup’. Mesti terus hilang rasa nak marah.
Lantas istighfar diucapkan. Astaghfirullah..astaghfirullah… Bukan mudah untuk rasa menggerutu itu hilang. Minda pula cuba diaktifkan – just learn your lessons well. Be positive! Jangan dilayan, ia akan berlalu.
Satu, dua..tik tok tik tok…Alhamdulillah, tenang dan hilang.
Syukur!
It's perfectly normal!
Pernah saya merasakan apabila ada perasaan marah itu menunjukkan hati tidak bersih. Seolah-olah rasa, kotornya aku ni. Kenapalah perlu rasa marah. Mengapa tidak cool saja. Namun hakikatnya, perasaan marah adalah satu hak. Hak manusia normal. So to be angry is perfectly normal! Sama seperti perasaan sedih, cemburu, terharu. Ia adalah salah satu bentuk respon semulajadi tubuh terhadap sesuatu keadaan. Samalah halnya ketika immuniti diaktifkan jika terhadap kuman yag menyerang.
Menjadi raja
Apa yang penting terhadap perasaan marah adalah cara kita mengawalnya. Kebanyakan orang, malahan saya sendiri mengakui, silapnya saya pada kawalan terhadap perasaan itu. Peribahasa Melayu yang mengatakan ‘Diam tidak bererti kalah’ memang benar. Malah diam dalam keadaan tegang atau apa jua keadaan sebenarnya bererti kemenangan! Menang dalam mengawal diri daripada bersikap responsif dan reaktif terhadap situasi yang berlaku. Menang kerana kita tidak dikawal suasana kerana suasana itu boleh jadi terlampau pelbagai. Bukankah itu menunjukkan kita adalah raja dan situasi itu hamba. Orang kata, dapat memecahkan barang atau memaki hamun orang itu satu kepuasan. Terasa berbaloi walaupun lebam-lebam tangan dan pecah barang. Tetapi sampai bila mahu jadi hamba situasi?
P.s : Marah dan marah-marah? Berbeza kan :) Mudah-mudahan semakin hari semakin baik… bukan mudah untuk berubah, marilah berdikit-dikit.